Menjadi
TKI di Malaysia
Sekitar tahun
2002 setelah lulus SMK, saya memutuskan untuk pergi ke malaysia menjadi seorang
tenaga kerja. Keputusan itu lebih karena susahnya mendapat pekerjaan dinegeri
sendiri. Apalagi saat itu krisis ekonomi masih terasa dampaknya sampai-sampai
banyak perusahaan milik pemerintah yang dijual ke luar negeri.
Di malaysia
saya bekerja dipabrik pengolah kelapa sawit yang terletak digemas, negeri
sembilan. Sebuah negara bagian yang berada disemenanjung malaysia. Komposisi penduduk
malaysia memang unik, meskipun terletak diasia tenggara yang didominasi orang
melayu jumlah penduduk keturunan cina dan tamil (india bagian selatan) cukup
besar. Sehingga ada 3 bahasa yang dipakai disana melayu,cina, tamil dengan
pengantar bahasa inggris. Begitu juga dipabrik tempatku bekerja, pemiliknya
adalah orang cina namun managernya orang tamil dengan staffnya orang melayu
juga tamil. Sementara pekerjanya sebagian besar tenaga kerja dari luar negeri
seperti indonesia, bangladesh, myanmar, nepal.
Teman bekerja
saya dari indonesia juga berasal dari berbagai daerah, ada yang dari lampung, jawa
(jawa barat, jawa tengah , jawa timur) hingga nusa tenggara barat dan nusa
tenggara timur. Ditengah-tengah keanekaragaman itulah saya bekerja hingga
sedikit banyak bisa memahami bahwa problem ekonomi menjerat hampir disebagian negara-negara
asia. Teman dari myanmar saat itu juga sedang bermasalah dengan pemerintahnya
yang dikuasai oleh junta militer sehingga untuk berangkat kerja ke malaysia
perlu perjuangan yang berat.
Sebagai sesama
perantau dan sesama kuli, kami semua menyadari bahwa kerukunan harus dijaga
dengan baik. karena itulah berbagai cara kami lakukan untuk menjaga keakraban
diantaranya bermain sepak bola, makan-makan bersama saat ada acara seperti perayaan
idul fitri, saling berkunjung ke asrama. Namun ada juga perselisihan yang
terkadang muncul karena beban kerja, pembagian over time, harga diri dan
sebagainya. Masalah tersebut muncul karena kurangnya komunikasi, sebagian besar
pekerja kurang bisa bahkan ada yang tidak bisa berbahasa inggris sehingga
komunikasi dilakukan dengan bahasa tarzan atau gerakan tubuh dibarengi dengan
bahasa inggris seadanya. Hal itu terkadang cukup efektif namun untuk bisa
menyampaikan lebih detail tentu sangat sulit.
Saya bekerja
dimalaysia sekitar 2 tahun, waktu yang cukup lama untuk memendam kerinduan pada
kampung halaman. Tapi juga terlalu sedikit untuk menimba ilmu menambah
pengalaman dari pergaulan dengan berbagai ragam manusia. Ada banyak hal yang
bisa dipetik dari pengalaman selama 2 tahun tersebut, suka duka, perjuangan,
impian, kerja keras, kehormatan bangsa dan negara serta toleransi. Mungkin lain
kali kawan akan kuceritakan hal tersebut, untuk sekarang cukuplah sampai
disini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar