Jumat, 11 Januari 2013

Tulisan VII_Menjadi Kenshusei di Jepang I


Menjadi Kenshusei di Jepang I

Tahun 2003 merupakan tonggak penting dalam kehidupan saya, karena ditahun itu setelah melalui berbagai macam rintangan yang sangat menguras fisik dan jiwa, akhirnya saya bisa merasakan hidup di jepang meskipun hanya sebatas sebagai kenshusei.

Kenshusei jika diterjemahkan berarti peserta magang, seseorang yang bekerja namun masih dalam proses pemula bukan professional. Program magang ke jepang merupakan program G to G atau antara Pemerintah Jepang dengan Depnakertrans Pemerintah Indonesia melalui yayasan IMM Jepang (Internasional Manpower for Small and Medium Enterprise Japan).
Sebagaimana kita ketahui jepang merupakan negara maju dengan ribuan industri baik skala kecil, menengah maupun besar. Namun mereka kekurangan tenaga kerja produktif sehingga mencari ke negara-negara seperti indonesia, vietnam, thailand, filipina. Para tenaga kerja itu ditraining terlebih dahulu tentang bahasa, kebudayaan serta etos kerja dijepang. Sehingga saat sampai disana tidak kaget serta bisa menyesuaika diri dengan kedisiplinan serta etos kerja mereka. Rata-rata training dilakukan sekitar 3 – 4 bulan bahka ada yang lebih lama karena menunggu penempatan kerja yang terkadang bisa berubah.
Karena negara yang dituju adalah jepang yang terkenal etos kerja yang tinggi, maka saat training para peserta magang digembleng dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi. Omelan dan hukuman adalah menu harian yang harus diterima dengan lapang dada disamping tugas-tugas yang menumpuk serta hafalan kosakata yang memeningkan kepala. Dalam masa training itu ada evaluasi serta target yang harus dicapai sehingga masing-masing orang berusaha keras supaya tidak tereliminasi.
Bagi orang yang terbiasa hidup santai, manja, senantiasa mendapatkan sesuatu dengan mudah maka saat-saat training merupakan saat-saat yang penuh penderitaan. Duduk bersila selama berjam-jam saat pelajaran berlangsung atau lari beberapa kilometer saat olahraga pagi tentu bukan hal yang mudah dilakukan. Ditambah dengan jadwal harian yang ketat dan bayangan eliminasi menjadi hal yang menakutkan. Bahkan ada beberapa orang yang mengalami kelainan jiwa karena tidak bisa menyesuaikan dengan tekanan saat training. Yang terbayang dalam benak mereka adalah lembaran-lembaran yen yang menggiurkan, kehidupan nyaman serta kebanggaan bisa pergi ke jepang. Sehingga ketika dihadapkan dengan beratnya kamp training mereka menjadi shock.
Masih teringat saat-saat belajar memahami pola bahasa jepang yang terkenal rumit. Ataupun menghafal berbagai bentuk huruf kanji yang jumlahnya ribuan. Ada juga saat-saat lucu ketika kami mengucapkan kalimat jepang namun karena logat kami berbeda sehingga terasa aneh dan lucu bagi yang mendengar. Peserta magang memang berasal dari berbagai daerah seperti sumatera, kalimantan, sulawesi hingga papua.
Ada juga kenangan ketika kami belajar makan secara cepat. Ya secara cepat karena waktu yang diberikan hanya 5 menit untuk menghabiskan nasi, sayur, buah, serta minuman yang kami ambil secara bersama-sama. Bagi yang gagal, teman yang lain harus ikut membantu menghabiskan dan jika belum bisa maka hukuman siap menanti dari senior. Akal kami untuk menghabiskan secara tepat waktu adalah mencampur semua makanan baik sayur,daging, buah maupun air kedalam piring kemudian memakannya secara cepat. Rasanya tidak terbayangkan apalagi ketika mendapat nasi yang keras semakin susah untuk menelan. Namun akhirnya metode itu dihilangkan karena tidak baik untuk kesehatan.
Dari tempat training itu kami belajar banyak hal tentang persahabatan, kerja keras, impian serta kegagalan. Betapa sedih hati kami saat teman dari papua gagal untuk melanjutkan training dan harus kembali ke papua. Namun juga kami tersemangati oleh kata-katanya bahwa kegagalannya bukanlah akhir segalanya. Masih ada banyak jalan untuk bisa menggapai cita-cita.
   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar