Menjadi
Kenshusei di Jepang I
Tahun 2003
merupakan tonggak penting dalam kehidupan saya, karena ditahun itu setelah
melalui berbagai macam rintangan yang sangat menguras fisik dan jiwa, akhirnya
saya bisa merasakan hidup di jepang meskipun hanya sebatas sebagai kenshusei.
Kenshusei jika
diterjemahkan berarti peserta magang, seseorang yang bekerja namun masih dalam
proses pemula bukan professional. Program magang ke jepang merupakan program G
to G atau antara Pemerintah Jepang dengan Depnakertrans Pemerintah Indonesia
melalui yayasan IMM Jepang (Internasional Manpower for Small and Medium Enterprise
Japan).
Sebagaimana
kita ketahui jepang merupakan negara maju dengan ribuan industri baik skala
kecil, menengah maupun besar. Namun mereka kekurangan tenaga kerja produktif
sehingga mencari ke negara-negara seperti indonesia, vietnam, thailand,
filipina. Para tenaga kerja itu ditraining terlebih dahulu tentang bahasa, kebudayaan
serta etos kerja dijepang. Sehingga saat sampai disana tidak kaget serta bisa
menyesuaika diri dengan kedisiplinan serta etos kerja mereka. Rata-rata
training dilakukan sekitar 3 – 4 bulan bahka ada yang lebih lama karena
menunggu penempatan kerja yang terkadang bisa berubah.
Karena negara
yang dituju adalah jepang yang terkenal etos kerja yang tinggi, maka saat
training para peserta magang digembleng dengan tingkat kedisiplinan yang
tinggi. Omelan dan hukuman adalah menu harian yang harus diterima dengan lapang
dada disamping tugas-tugas yang menumpuk serta hafalan kosakata yang
memeningkan kepala. Dalam masa training itu ada evaluasi serta target yang
harus dicapai sehingga masing-masing orang berusaha keras supaya tidak
tereliminasi.
Bagi orang
yang terbiasa hidup santai, manja, senantiasa mendapatkan sesuatu dengan mudah
maka saat-saat training merupakan saat-saat yang penuh penderitaan. Duduk bersila
selama berjam-jam saat pelajaran berlangsung atau lari beberapa kilometer saat olahraga
pagi tentu bukan hal yang mudah dilakukan. Ditambah dengan jadwal harian yang
ketat dan bayangan eliminasi menjadi hal yang menakutkan. Bahkan ada beberapa
orang yang mengalami kelainan jiwa karena tidak bisa menyesuaikan dengan
tekanan saat training. Yang terbayang dalam benak mereka adalah
lembaran-lembaran yen yang menggiurkan, kehidupan nyaman serta kebanggaan bisa
pergi ke jepang. Sehingga ketika dihadapkan dengan beratnya kamp training
mereka menjadi shock.
Masih teringat
saat-saat belajar memahami pola bahasa jepang yang terkenal rumit. Ataupun menghafal
berbagai bentuk huruf kanji yang jumlahnya ribuan. Ada juga saat-saat lucu
ketika kami mengucapkan kalimat jepang namun karena logat kami berbeda sehingga
terasa aneh dan lucu bagi yang mendengar. Peserta magang memang berasal dari
berbagai daerah seperti sumatera, kalimantan, sulawesi hingga papua.
Ada juga
kenangan ketika kami belajar makan secara cepat. Ya secara cepat karena waktu
yang diberikan hanya 5 menit untuk menghabiskan nasi, sayur, buah, serta
minuman yang kami ambil secara bersama-sama. Bagi yang gagal, teman yang lain
harus ikut membantu menghabiskan dan jika belum bisa maka hukuman siap menanti
dari senior. Akal kami untuk menghabiskan secara tepat waktu adalah mencampur
semua makanan baik sayur,daging, buah maupun air kedalam piring kemudian
memakannya secara cepat. Rasanya tidak terbayangkan apalagi ketika mendapat
nasi yang keras semakin susah untuk menelan. Namun akhirnya metode itu dihilangkan
karena tidak baik untuk kesehatan.
Dari tempat
training itu kami belajar banyak hal tentang persahabatan, kerja keras, impian
serta kegagalan. Betapa sedih hati kami saat teman dari papua gagal untuk
melanjutkan training dan harus kembali ke papua. Namun juga kami tersemangati
oleh kata-katanya bahwa kegagalannya bukanlah akhir segalanya. Masih ada banyak
jalan untuk bisa menggapai cita-cita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar